A. TRADISI SEJARAH DALAM MASYARAKAT INDONESIA MASA PRA-AKSARA
FOLKLORE
Kata folklor merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris folkore. Kata tersebut merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes kata Folk berarti sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok sosial lainnya.Ciri-ciri pengenal itu antara lain berupa : Warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama.
Agar dapat membedakan foklor dengan kebudayaan lainnya, maka harus diketahui ciri-ciri pengenal utama folklor yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu melalui tutur kata dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya.
FOLKLORE
Kata folklor merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris folkore. Kata tersebut merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes kata Folk berarti sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok sosial lainnya.Ciri-ciri pengenal itu antara lain berupa : Warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama.
Agar dapat membedakan foklor dengan kebudayaan lainnya, maka harus diketahui ciri-ciri pengenal utama folklor yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu melalui tutur kata dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Foklor bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
- Foklor berkembang dalam versi-versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penyebarannya secara lisan sehingga foklor mudah mengalami perubahan. Akan tetapi bentuk dasarnya tetap bertahan.
- Foklor bersifat anonim, artinya pembuatnya sudah tidak diketahui lagi orangnya.
- Foklor biasanya mempunyai bentuk berpola. Kata-kata pembukanya misalnya Menurut sahibul hikayat…(menurut yang empunya cerita) atau dalam bahasa Jawa misalnya dimulai dengan kalimat Anuju sawijining dina (pada suatu hari).
- Foklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan kolektif. Cerita rakyat misalnya berguna sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan cerminan keinginan terpendam.
- Foklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri ini terutama berlaku bagi foklor lisan dan sebagian lisan.
- Foklor menjadi milik bersama (colective) dari kolektif tertentu.
- Foklor pada umumnya bersifat lugu atau polos, sehingga seringkali kelihatannya kasar atau terlalu sopan. Hal ini disebabkan banyak foklor merupakan proyeksi (cerminan) emosi manusia yang jujur.
Sehubungan dengan pembagian kebudayaan itu, maka Jan Harold Brunvand, seorang ahli foklor Amerika Serikat, membagi foklor ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya sebagai berikut :
a. Folklore lisan (verbal foklore). Foklor jenis ini dikenal juga sebagai fakta mental (mentifact) meliputi :
- Bahasa rakyat seperti logat bahasa (dialect),slang, bahasa tabu, onomatis.
- Ungkapan tradisional seperti peribahasa dan sindiran.
- Pertanyaan tradisonal yang dikenal sebagai teka-teki.
- Sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan syair.
- Cerita prosa rakyat. Menurut William R. Bascom, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke ddalam tiga golongan besar, yaitu : (1) mite (myth), (2) legenda (legend), (3) dongeng (folktale). Seperti Malin Kundang dari Sumatera Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro Jonggrang dari jawa Tengah, Jaya Prana dan Layonsari dari Bali, dan sebagainya.
- Nyanyian rakyat, seperti Jali-jali dari Betawi, Ampar Ampar Pisang dari Kalimantan, Olesio dari Ambon, dan sebagainya.
b. Folklore sebagian lisan (partly verbal foklore). Foklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial (social fact),meliputi :
- Kepercayaan dan takhayul.
- Permainan dan hiburan rakyat setempat.
- Teater rakyat, seperti lenong, ketoprak, ludruk, dan sebagainya.
- Tari rakyat, seperti Tari Tayuban, Doger, Jarang kepang, Ngibing dan sebagainya.
- Adat kebiasaan, seperti gotong royong dalam pembuatan jalan, rumah atau pesta selamatan, khitanan dan sebagainya.
- Upacara tradisional seperti tingkeban, turun tanah, temu manten, dan sebagainya.
- Pesta rakyat tradisional seperti bersih desa sesudah panen, selamatan dan sebagainya.
c. Folklore bukan lisan ( non verbal foklore). Foklor ini juga dikenal sebagai artefak (artifact) meliputi :
- Arsitektur bangunan rumah yang tradisional, seperti Joglo di Jawa, Rumah Gadang di Minangkabau, rumah Betang di Kalimantan, Honay di Papua.
- Seni kerajinan tangan tradisional.
- Pakaian tradisional.
- Obat-obatan rakyat.
- Alat-alat musik tradisional.
- Peralatan dan senjata yang khas tradisional.
- Makanan dan minuman khas daerah.
C. TRADISI SEJARAH DALAM MASYARAKAT INDONESIA MASA AKSARA
1. MUNCULNYA TRADISI TULISAN DI INDONESIA
Sebuah naskah kuno yang dapat menghubungkan antara tradisi lisan dengan tradisi tulisan adalah kisah tentang asal-usul abjad Jawa, yang lebih dikenal dengan Legenda Aji Saka. Beberapa ahli memiliki kesimpulan bahwa Legenda Aji Saka ini memiliki hubungan dengan penggunaan Kalender Saka.
2. REKAMAN TERTULIS DALAM TRADISI SEJARAH MASYARAKAT BERBAGAI DAERAH DI INDONESIA
PRASASTI
Berdasarkan bahasa dan tulisan yang dipergunakan prasasti-prasasti di Indonesia dapat dibagi menjadi :
a. Prasasti Berbahasa Sansekerta
b. Prasasti Berbahasa Jawa Kuno
c. Prasasti Berbahasa Melayu Kuno
d. Prasasti Berbahasa Bali Kuno
KITAB KUNO
ZAMAN HINDU-BUDDHA
Hasil-hasil kesusasteraan zaman Indonesia Klasik itu ditulis dalam bentuk gancaran (prosa) dan tembang (syair). Namun sebagian besar berbentuk tembang. Tembang Jawa Kuno biasanya disebut dengan Kakawin, Sedangkan tembang Jawa tengahan disebut Kidung. Ditinjau dari segi isi, maka kitab-kitab kuno dari zaman Hindu-Buddha itu dapat dibagi menjadi :
1. Tutur
2. Sastra
3. Wiracarita
4. Kitab Sejarah
a. Prasasti Berbahasa Sansekerta
b. Prasasti Berbahasa Jawa Kuno
c. Prasasti Berbahasa Melayu Kuno
d. Prasasti Berbahasa Bali Kuno
KITAB KUNO
ZAMAN HINDU-BUDDHA
Hasil-hasil kesusasteraan zaman Indonesia Klasik itu ditulis dalam bentuk gancaran (prosa) dan tembang (syair). Namun sebagian besar berbentuk tembang. Tembang Jawa Kuno biasanya disebut dengan Kakawin, Sedangkan tembang Jawa tengahan disebut Kidung. Ditinjau dari segi isi, maka kitab-kitab kuno dari zaman Hindu-Buddha itu dapat dibagi menjadi :
1. Tutur
2. Sastra
3. Wiracarita
4. Kitab Sejarah
Kitab Negarakertagama |
Hasil-hasil kesusasteraan dari zaman Majapahit yang dimaksudkan sebagai
sebagai kitab sejarah disamping kitab sastra adalah sebagai berikut :
1. Nagarakertagama,
2. Pararaton,
3. Sundayana
4. Panji Wijayakrama,
5. Ranggalawe,
6. Sorandaka,
7. Pamancangah,
8. Usana Jawa,
9. Usana Bali,
ZAMAN ISLAM
1. Nagarakertagama,
2. Pararaton,
3. Sundayana
4. Panji Wijayakrama,
5. Ranggalawe,
6. Sorandaka,
7. Pamancangah,
8. Usana Jawa,
9. Usana Bali,
ZAMAN ISLAM
Pada zaman kerajaan Islam berkembang di Indonesia muncul karya
kesusasteraan yang juga dapat dipergunakan sebagai sumber penulisan
sejarah (sejarah tradisional) sebagi berikut :
1. Babad / Sejarah
2. Hikayat Raja Raja Pasai
3. Sejarah Melayu (Sulalat Us-Salatin)
4. Babad Tanah Jawi
5. Babad Giyanti
6. Hikayat Hasanuddin
7. Bustan Us-Salatin
1. Babad / Sejarah
2. Hikayat Raja Raja Pasai
3. Sejarah Melayu (Sulalat Us-Salatin)
4. Babad Tanah Jawi
5. Babad Giyanti
6. Hikayat Hasanuddin
7. Bustan Us-Salatin
0 comments:
Post a Comment