Pengimplementasian rasa cinta pada 
setiap individu akan berbeda. Perbedaan ini kemungkinan terjadi diantara wanita 
dan pria. Perbedaan jenis kelamin kemungkinan ikut menentukan perbedaan cinta, 
karena jenis kelamin merupakan perbedaan yang paling fundamental, baik secara 
fisik maupun psikologis. 
Jenis kelamin 
ternyata merupakan salah satu kategori dasar dalam kehidupan sosial. Waktu 
bertemu dengan orang baru, pasti individu akan berusaha mengidentifikasikan 
individu sebagai pria dan wanita. Kategori jenis kelamin biasanya terjadi secara 
otomatis, tanpa perlu banyak dipikir. 
Jenis kelamin 
adalah perbedaan yang khas antara pria dan wanita atau antara organisme yang 
memproduksi sel telur dan sel sperma (Chaplin, 1995). Selain itu, ditambahkan 
juga bahwa seks atau jenis kelamin adalah sebuah perbedaan yang penting atau 
berarti antara pria dan wanita pada sifat-sifat jasmaniah dan rohaniah 
(mentalnya). 
Menurut Baron 
dan Byrne (2000), jenis kelamin didefinisikan sebagai istilah biologis yang 
secara genetik menentukan perbedaan antara pria dan wanita secara anatomi dan 
fisiologis. Baron dan Byrne juga menjelaskan bahwa jenis kelamin berkaitan 
dengan peran, tingkah laku, kesukaan, dan atribut-atribut lain yang 
mendefinisikan pengertian pria dan wanita dalam suatu kebudayaan. 
Perbedaan 
antara pria dan wanita dapat dilihat dari ciri-ciri fisik maupun psikis yang 
dimilikinya. Ciri-ciri fisik pria diantaranya mempunyai lebaran bahu lebih besar 
dari panggul, payudara tidak berkembang seperti pada wanita, suara keras atau 
berat, glutea (pantat) sedikit berisi atau tidak sama sekali. Ciri-ciri fisik 
wanita diantaranya mempunyai lebaran bahu lebih kecil dari panggul, payudara 
yang berkembang mulai dari masa pubertas hingga dewasa, suara halus atau lembut 
atau merdu, glutea (pantat) yang lebih berisi (Aidil, 2005). 
Selain 
ciri-ciri fisik di atas, terdapat juga ciri-ciri psikis (psikologis) yang 
membedakan antara pria dan wanita, dimana ciri-ciri tersebut antara lain 
menunjukkan bahwa pria memiliki sifat yang agresif, tidak emosional, objektif, 
logis, dominan, ambisius. Wanita memiliki sifat yang lemah lembut, cerewet, 
bijaksana, peka terhadap perasaan orang lain, tertarik pada penampilan diri, 
mengungkapkan perasaan yang lemah lembut, mudah menangis, kebutuhan akan rasa 
aman yang besar (Rosenkrantz, dkk. dalam Sears, dkk., 1992). 
Menurut Dagun 
(1992), pria memiliki sifat yang berbeda dengan wanita, diantaranya sangat 
bebas, hampir memendamkan emosi, dapat membuat keputusan, mudah memisahkan 
pikiran dan perasaan, tidak pernah suka penampilan, bebas membicarakan seks 
dengan teman pria. Wanita memiliki sifat yang tidak bebas, tidak memendamkan 
emosi, sangat mudah terpengaruh, sangat ketergantungan, segan membicarakan seks 
dengan teman pria. 
Mencari dan 
menemukan calon pasangan hidup biasanya dimulai dengan suatu interaksi yang 
terjadi antar dua individu dewasa muda yang lambat laun akan menimbulkan suatu 
kedekatan secara emosional, sehingga puncak pengalaman psikososial tampaknya 
tercapai pada masa dewasa awal. Pada masa ini, individu mulai mengkristalisasi 
hubungan dengan seorang individu yang paling dicintai, dipercayai atau dibina 
sebelumnya yang dikenal dengan istilah pacaran. 
Hubungan 
pacaran biasanya diawali dengan adanya daya tarik tertentu. Kemudian 
lama-kelamaan pacaran memungkinkan berkembangnya rasa cinta, perhatian, 
kehangatan, serta interaksi yang berarti antara pria dan wanita. Pacaran terdiri 
dari elemen yang mencakup adanya aktivitas atau peristiwa tertentu yang dialami 
dan dinikmati bersama oleh sepasang individu yang berbeda jenis (Duvall & 
Miller, dalam Anindya, 2007). 
Namun, di 
dalam menjalin suatu hubungan pacaran tidak selamanya akan berjalan lancar, ada 
saja masalah yang sering timbul yang biasanya berkaitan dengan salah satu dari 
ketiga komponen cinta di atas. 
Masalah yang 
sering timbul biasanya berkaitan dengan salah satu dari ketiga komponen cinta 
tersebut. Misalnya dalam hubungan pacaran, masalah yang sering timbul adalah 
wanita selalu memberikan sekaligus mengharapkan perhatian, pengertian, dukungan 
emosional, menghargai pasangannya dimana hal ini berkaitan dengan komponen 
intimacy, akan tetapi pria kurang menunjukkan hal-hal tersebut. Pria lebih 
mendominasi suatu hubungan dengan komponen passion misalnya dengan 
mengekspresikan makna cinta dengan cara melakukan tingkah laku seksual mulai 
dari berpegangan tangan, berciuman, bahkan sampai melakukan hubungan intim. 
Bahkan survey yang dilakukan oleh Men’s Health Indonesia (dalam Femina, 2007) 
menunjukkan bahwa 49% pria Indonesia mengatakan bahwa seks di luar nikah 
bukanlah hal yang salah. Artinya bahwa pria cenderung lebih mengutamakan 
komponen passion daripada komponen-komponen yang lainnya dalam mengeksperikan 
cintanya. Banyak juga timbul masalah yang berkaitan dengan komponen commitment, 
seperti hubungan sepasang kekasih yang sudah lama berpacaran, namun pada saat 
ditanya komitmennya untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius, pria akan 
‘maju mundur’ mengenai hal teresebut. Menurut buku Why Men Marry Bitches yang 
ditulis oleh Sherry Argov (dalam Femina, 2007) dikatakan bahwa ide untuk menikah 
memang menakutkan untuk pria dibandingkan untuk wanita. Hal ini terjadi karena 
beberapa faktor. Pertama, pria takut terjebak dalam wanita yang salah dan 
membuat ia tidak bahagia seumur hidupnya. Kedua, pria takut, jika dia kurang 
berhasil dalam karirnya, istrinya akan berkhianat dengan pria lain yang lebih 
sukses. Ketiga, pria lebih takut bercerai daripada wanita. 
Masih ada 
beberapa contoh kasus atau fenomena yang berkaitan dengan hal tersebut yang 
dikutip dalam majalah Femina (2007), diantaranya seperti sepasang kekasih yang 
sudah berpacaran selama 2,5 tahun dan rencananya akan menikah, namun pria 
memutuskan hubungan tersebut dengan alasan belum siap menikah dan butuh waktu 
menyendiri, dan masih banyak masalah-masalah lainnya. 
Berbedanya 
perwujudan tingkah laku antara pria dengan wanita terhadap ketiga komponen cinta 
tersebut dapat menyebabkan ketidakseimbangan pemenuhan tingkah laku dari 
komponen- komponen cinta. Hal ini apabila tidak ditindaklanjuti oleh kedua 
pasangan dan tidak dikomunikasikan dengan baik, maka hubungan tersebut dapat 
berakhir. Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa semakin sering munculnya perbedaan 
dalam perwujudan tingkah laku dari komponen-komponen cinta tersebut, maka 
semakin besar peluang untuk berakhirnya suatu hubungan (dalam hal ini adalah 
hubungan pacaran). 








0 comments:
Post a Comment